Jumat, 12 November 2010

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERSYARAFAN

PENGKAJIAN FISIK DAN TEST DIAGNOSTIK


Tingkat kesadaran :
1. Alert : Composmentis / kesadaran penuh
Pasien berespon secara tepat terhadap stimulus minimal, tanpa stimuli individu terjaga dan sadar terhadap diri dan lingkungan.

2. Lethargic : Kesadaran
• Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti enggan bicara.
• Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal, mungkin klien dapat berespon dengan cepat.
• Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.

3. Obtuned
Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat memberikan respon misalnya rangsangan sakit, respon verbal dan kalimat membingungkan.
4. Stuporus
• Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal.
• Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.

Glasgow Coma Scale (GCS)
Score : 3 – 4 : vegetatif, hanya organ otonom yang bekerja
11 : moderate disability
15 : composmentis

Adapun scoring tersebut adalah :
RESPON SCORING

Respon membuka mata ( E = Eye )
Spontan ( 4 )
Dengan perintah ( 3 )
Dengan nyeri ( 2 )
Tidak berespon ( 1 )

Respon Verbal ( V= Verbal )
Berorientasi (5)
Bicara membingungkan (4)
Kata-kata tidak tepat (3)
Suara tidak dapat dimengerti (2)
Tidak ada respons (1)

Respon Motorik (M= Motorik )
Dengan perintah (6)
Melokalisasi nyeri (5)
Menarik area yang nyeri (4)
Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur dekortikasi (3)
Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
Tidak berespon (1)

Saraf kranial :
1. Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman
• Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.
• Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.

2. Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
• Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya.
• Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.

3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
• Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
• Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
• Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.

4. Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan bawah.
• Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
• Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan.
Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.

5. Test nervus VII (Facialis)
• Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
• Otonom, lakrimasi dan salivasi
• Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk : tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha membukanya







6. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
• Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
• Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.

7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
• N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior.
• N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
 Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah simetris dan tertarik keatas.
 Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan.

8. Test nervus XI (Accessorius)
• Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi kekuatannya.
• Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan —- test otot trapezius.
9. Nervus XII (Hypoglosus)
• Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
• Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
• Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.

FUNGSI SENSORIK
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:

1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
6. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis
7. Pen / pensil, untuk graphesthesia.
SISTEM MOTORIK
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot. Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi extremitas klien. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.

AKTIFITAS REFLEKS
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)

Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.

2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.

3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.

4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.

5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.

6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.

PEMERIKSAAN KHUSUS SISTEM PERSARAFAN

Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada —- kaku kuduk positif (+).

2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.

3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.

4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.

5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m. ischiadicus.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates